Poltergeist trilogy (1982-1988)

So, this is gonna be different than the other so-called reviews I've written before. Tiga film Poltergeist akan saya review di sini sekaligus. Dulu pernah mau post tentang marathon Die Hard tapi kelupaan terus jadi nggak mood deh. Jadi, ini adalah marathon pertama yang saya post di sini.

Poltergeist itu apa sih kak? Menurut tante Wikipedia, poltergeist adalah "a type of ghost or other supernatural being supposedly responsible for physical disturbances such as loud noises and objects moved around or destroyed". Intinya, poltergeist adalah suatu peristiwa di mana benda-benda melayang dengan sendirinya dan terjadinya suara-suara yang tidak diketahui asalnya, yang biasanya sangat mengganggu. Ada yang pernah mengalami poltergeist? Katanya kalau di Indonesia sih jarang, seringnya di negara-negara barat gitu. Hantu aja pilih-pilih ya mau nakut-nakutin orang -_-

Poltergeist (1982)
Tobe Hooper, 114 menit, IMDB rating: 7.4

Di film Poltergeist pertama, keluarga Freeling jadi korban si hantu yang kelihatannya cuma iseng ini. Awalnya mereka malah excited dengan fenomena ini (ex: kursi yang ditaruh di satu tempat bisa pindah dengan sendirinya). Kalau di Indonesia sih mungkin satu rumah udah ngibrit keluar semua, masang status lebay di sosmed, ngundang wartawan, masuk talk show, jadi selebriti dadakan deh. Tapi keluarga Freeling enggak... sampai diketahui bahwa hantu-hantu ini ternyata tertarik dengan putri bungsu mereka, Carol Anne (Heather O'Rourke) setelah berkomunikasi dengannya melalui televisi. Saat Carol Anne tiba-tiba 'diculik' oleh mereka, baru deh keluarga itu kalang kabut.

Poltergeist II: The Other Side (1986)
Brian Gibson, 91 menit, IMDB rating: 5.6

Ternyata, masalah besar yang dihadapi keluarga Freeling tidak hanya sampai di situ. Masalah ini lah yang membuat mereka pindah ke rumah orang tua Diane (JoBeth Williams), sang Ibu, di film kedua Poltergeist II: The Other Side. Maunya sih lupain kejadian di rumah lama, tapi... hantu-hantu iseng itu nggak bisa move on dari Carol Anne yang notabene udah balik lagi. Kali ini, the Beast dari film pertama (yes, nonton aja ya guys, I will not spoil the movie more than this) muncul dengan wujud manusia (Reverend Kane, diperankan Julian Beck) dan berusaha berkomunikasi dengan Carol Anne lagi. Keluarga Freeling lalu sadar, cara satu-satunya untuk pergi dari masalah ini adalah untuk menghadapinya bersama-sama.

Poltergeist III (1988)
Gary Sherman, 98 menit, IMDB rating: 4.5

Cara itu terbukti ampuh, guys! The Freelings are freeeeeee--not really. Dua tahun kemudian, di Poltergeist III, Carol Anne mulai tumbuh besar dan tinggal bersama om dan tantenya, Bruce dan Patricia Gardner (Tom Skerritt dan Nancy Allen) di sebuah high-rise building di Chicago. Alasan kenapa dia tinggal dengan mereka mungkin agar dia bisa bersekolah di sekolah spesial yang bisa membantu masalah emosionalnya setelah peristiwa-peristiwa gila di dua film pertama. Bukannya membantu, dia malah makin stress karena Kane berhasil menemukannya. Dan, siapa juga yang nggak stress kalau ada hantu yang manggil-manggil nama kamu berulang kali? Yep. Si hantu-hantu ini manggil "Carol Anne... Carol Anne... CAROL ANNE...!" kayak radio rusak. Oh for God's sake STOP CALLING HER NAME AND JUST TAKE HER ALREADY!

Ya, itu kelemahan film ke tiga sekaligus terakhir dari trilogi Poltergeist ini. Boring, not scary, and the excessive cameo of the mirrors really got in my nerves. Waktu pertama diperlihatkan kalau hantu-hantu ini meneror lewat cermin (you know, the reflection-isn't-really-'reflection' thingy), hmm lumayan seru juga. Tapi, lama-lama jadi terlalu sering dan jatuhnya malah nggak serem. Kasihan banget sama si Carol Anne. Cari mangsa lain kek, huh, dasar the ghost who can't be moved!

Kalau film ke dua, nggak jauh-jauh lah dari film pertama. Tapi, saya jelas lebih suka film pertama. Masih masuk akal. Yah, teknologi tahun 80-an emang nggak secanggih sekarang, tapi film pertamanya itu menurut saya superb banget. Apalagi waktu ketahuan dari mana asal hantu-hantu ini. Wow, totally unexpected (for 80's movies)! Suasana menegangkan benar-benar tercipta. Waktu saya pertama nonton dulu, ngeliat pohon di samping rumahnya aja udah ketakutan. Menurut saya film ini jadi rada aneh setelah si Carol Anne hilang. Jadi fantasi-fantasi gimana gitu, bikin inget CGI gagalnya film/sinetron Indonesia. Meskipun begitu, saya suka endingnya! Oh iya, Steven Spielberg bertindak sebagai screenwriter dan produsernya loh, pantes keren.

Film kedua lebih dieksplor asal-usul hantu-hantu tersebut. Saya nontonnya sambil ngerjain tugas sih, jadi nggak terlalu merhatiin. Dan film ini lebih jijay! Like, reaaallly. Saya nggak ngerti kenapa adegan-adegan tersebut perlu dimasukkan. Sebenernya saya nggak suka sama film-film horor yang jijay bajay. Ew. A total letdown. Ini makanya kenapa saya sering sebut review-review di sini "so-called reviews", karena saya menilai dari pandangan saya. Jadi kalau ada hal yang saya nggak suka, well, itu jadi nilai minus buat filmnya di mata saya.

Lucu banget kan si Carol Anne :*

Overall, this is a good trilogy, although actually they could hold on without sequels. Seperti yang saya bilang di post Insidious: Chapter 2, saya kadang nggak bersahabat dengan sekuel film (horror, mostly). Dari segi cerita, Poltergeist II: The Other Side, bolehlah terjadi untuk menuntaskan masalah mereka. Tapi, Poltergeist III dibuat untuk apa? Karakter yang kembali dari film-film sebelumnya hanya Carol Anne dan Tangina (Zelda Rubenstein), paranormal yang membantu keluarga Freeling. Mana si om, tante, dan sepupunya Carol Anne ini terkesan nggak penting, karena ya itu, "CAROL AAAANNEEEEE.....!"
Tepuk tangan buat Heather O'Rourke yang merupakan aktris paling the best di film ini. Nilai tambah buat dia karena karakternya adalah satu dari sedikit karakter yang nggak teriak-teriak nyebelin manggil Carol Anne (it's her character though, but, well).

Eh tapi, walaupun filmnya sukses, franchise ini sering dipercaya sebagian orang terkena sebuah kutukan yang dikenal sebagai "Poltergeist curse" karena kematian beberapa aktornya setelah terlibat dalam produksi film ini. Yang paling terkenal adalah kematian Dominique Dunne (pemeran Dana Freeling, kakak tertua Carol Anne) yang dibunuh oleh pacarnya, serta Heather O'Rourke, our beloved Carol Anne, yang meninggal karena cardiac arrest yang dipercaya disebabkan oleh salah diagnosa. Heather meninggal beberapa bulan sebelum Poltergeist III dirilis, dan dia baru berusia 12 tahun saat itu. Konon katanya, "curse" ini terjadi karena mereka memakai tengkorak asli di beberapa scene pada film pertama dan kedua. Asli, guys, bukan tengkorak-tengkorakan yang biasanya ada di laboratorium IPA di sekolah. Untung baca tentang ini setelah nonton filmnya.

Walaupun begitu, itu tidak membuat Hollywood gentar untuk membuat remake/reboot film ini. Dibintangi Sam Rockwell dan Rosemarie DeWitt, film ini mengambil plot yang sama dengan Poltergeist. Tapi, nama karakternya semuanya diubah, mungkin karena karakter di Poltergeist pertama sudah melekat di hati para penontonnya. Well, at least we can no longer hear those annoying voices calling Carol Anne's name...

Nggak sabar pengen nonton filmnya. Lihat trailernya sih sebenernya saya penasaran sama si badut yang kalau di Poltergeist original cuma jadi cameo sekali tapi nyeremin banget. Di Poltergeist baru, dari trailernya sih bisa disimpulkan kalau penampakan badut ini kayak namanya Carol Anne di Poltergeist III yang muncul melulu -_-

My own rating
Poltergeist = 4 of 5 stars
Poltergeist II: The Other Side = 3 of 5 stars
Poltergeist III = 2 of 5 stars

Komentar

Postingan Populer